Berusaha mengubur masa lalu dengan meniti karier hingga menjadi diva negeri ini, Galila justru dipaksa menghadapi kenangan itu lagi tepat ketika hidupnya mulai bahagia: Prestasi gemilang, nama tersohor, dan Eddie, pria yang ia cintai, akan menikahinya.
Ia pun kembali ke pulau asalnya jauh di timur Indonesia. Menyelami lagi jejak masa silam yang membentuk dirinya sekarang. Menengok kampung halaman yang sempat luluh lantak akibat kerusuhan antar agama. Bertanya pada diri sendiri, apakah perempuan tanpa nama belakang dan masa lalu seperti dirinya masih memiliki masa depan?
*** Galila adalah sebuah cerita, tapi ia juga seorang wanita dan keduanya tak lepas dari rasa. Pada akhirnya, Galila adalah sebuah perenungan: sejauh apa pun kaki melangkah, kita takkan pernah bisa meninggalkan titik di mana kita mengawali langkah itu. - Maggie Tiojakin; Penulis/Pendiri www.fiksilotus.com
Dengan pemilihan diksi dan analogi yang cermat, Jessica seakan mengingatkan bahwa pada hakikatnya cinta adalah soal dua pribadi yang bertaut. Sampai batas mana kita mau berjuang demi cinta yang kita yakini membuat kita bahagia? - Rully Larasati; Jurnalis, Femina
Lahir di Jakarta, 17 Juli 1979. Pernah mencoba banyak hal sebelum memilih kegiatan menulis sebagai hobi dan profesi. Puas menghabiskan masa remaja dengan kursus organ. Saat ini bekerja sebagai senior editor di suatu majalah wanita dan sedang mencari soulmate yang tidak akan memprotes kebiasaannya bangun siang dan mendengarkan musik keras.