Sejarah CIA
".... Tim Weiner benar dengan mengatakan bahwa CIA saat ini tak lebih dari puing-puing keruntuhan yang sebentar lagi mungkin berubah menjadi debu." Budiarto Shambazy, wartawan Kompas, kolumnis "Politika"
Mengapa negara adidaya, lembaga spionasenya seperti tak punya daya? Mengapa "polisi dunia", sekaliber AS, agen-agen dinas rahasianya beroperasi serampangan? Inilah keprihatinan mendasar Tim Weiner dalam buku yang memenangi berbagai penghargaan ini sampai pada kesimpulan bahwa sejarah operasi intelijen CIA yang telah berusia 60 tahun justru memangsa bangsa Amerika Serikat sendiri.
Menggunakan langgam reportase jurnalistik yang memikat, Tim Weiner, wartawan peraih Hadiah Pulitzer, menunjukkan bukti-bukti meyakinkan perihal kelemahan CIA yang memalukan. Di antaranya, agen-agen CIA mengetahui Tembok Berlin runtuh pada 1989 dari siaran televisi bukan dari pasokan analisis mata-mata yang bekerja di bawah tanah; ambruknya WTC, yang membelasah pada 11 September 2001, dengan telanjang memeragakan kepada dunia bahwa agen-agen CIA lumpuh dalam mengantisipasi serbuan teroris alumnus CIA sendiri.
Sebagai sebuah dinas intelijen terbesar di dunia, CIA melakukan blunder paling vital dalam sejarah panjang spionase: berbohong tentang eksistensi senjata nuklir Irak. Blunder itulah yang menjadi basis pengambilan keputusan politik yang paling keliru dalam sejarah kepresidenan AS, yakni menyerbu Irak sekaligus menumbangkan Presiden Saddam Hussein.
Buku ini diramu Tim Weiner dengan mempelajari 50.000 arsip CIA, wawancara mendalam dengan ratusan veteran CIA, dan pengakuan sepuluh direkturnya. Disajikan dengan gaya bertutur mengalir. Tim Weiner, bagaikan penulis thriller, menempatkan diri sebagai seorang tukang cerita kelas wahid.