"Mencekam dan mempesona, dengan penggambaran memikat baik tentang kekerasan maupun persahabatan yang terdengar mustahil. Buku ini akan menawan hati banyak pembaca."
--Publishers Weekly
"Menggetarkan...bukti bahwa seorang biasa, dengan kombinasi karakter dan kemauan yang tepat, bisa benar-benar mengubah dunia."
--Tom Brokaw, mantan penyiar NBC
"Misi Mortenson begitu menakjubkan, pendiriannya tak tergoyahkan, wilayah yang digarapnya begitu eksotis dan perhitungan waktunya pun tepat."
--The Washington Post
"... mengandung amat banyak hal tentang kesalahan Amerika di Afghanistan."
--The New York Review of Books
"Pembaca yang tertarik pada sudut pandang baru tentang kebudayaan serta usaha pembangunan di Asia Tengah akan menyukai cerita luar biasa tentang perintis kemanusiaan ini."
--Booklist
Inilah kisah menakjubkan dan inspiratif tentang Indiana Jones sejati dan perjuangan kemanusiaannya yang mengharukan di "pekarangan belakang" rezim Taliban.
Seorang pendaki gunung, Greg Mortenson, dibawa nasib ke pegunungan Karakoram yang gersang di Pakistan setelah gagal mendaki puncak K2, gunung tertinggi kedua di dunia. Tersentuh oleh keramahan penduduknya, dia berjanji untuk kembali dan membangun sebuah sekolah.
Three Cups of Tea berisi mengenai kisah pemenuhan janji tersebut, beserta hasilnya yang mencengangkan. Ya, selama satu dekade berikutnya, Mortenson telah membangun tak kurang dari lima puluh satu sekolah--terutama untuk anak-anak perempuan--di lingkar terluar daerah terlarang rezim Taliban. Kisahnya adalah sebuah petualangan seru sekaligus kesaksian akan kekuatan semangat kemanusiaan.
Pada 1993, seorang perawat Amerika, Greg Mortenson, berhasrat menaklukan puncak gunung tertinggi sedunia, K2, di Himalaya. Bukan hanya gagal melaksanakan niatnya, Mortenson juga tersesat, mengalami keletihan kronis, bahkan kehilangan 15 kg bobot tubuhnya. Setelah berjalan kaki tertatih-tatih turun gunung selama tujuh hari, Mortenson yang menuju Askole, malah tiba di Korphe, desa yang bahkan tak pernah dilihatnya di peta Karakoram. Di sanalah, di gubuk Haji Ali, Mortenson dijamu dengan ramah, dirawat dengan penuh perhatian, dan dilayani bak tamu istimewa.
Di lingkungan nan miskin inilah jalan hidup Mortenson, juga jalan hidup anak-anak di Pakistan Utara, berubah. Ketika memikirkan cara membalas budi baik mereka, jantung Mortenson serasa tercerabut dan napasnya tercekat saat melihat bagaimana anak-anak di sana bersekolah: mereka duduk melingkar, berlutut di tanah yang membeku, dalam udara nan dingin, dengan tertib mengerjakan tugas. Mortenson meletakkan tangannya di pundak Haji Ali dan berkata, "Aku akan membangun sebuah sekolah untuk kalian. Aku berjanji." Inilah kisah mengenai pemenuhan janji tersebut. Ya, selama satu dekade berikutnya, Mortenson telah membangun tak kurang dari lima puluh satu sekolah--terutama untuk anak-anak perempuan--di daerah tempat lahirnya Taliban. Kisahnya adalah sebuah petualangan seru sekaligus kesaksian akan kekuatan semangat kemanusiaan.