Ketersediaan | : | Stock tidak tersedia |
Format | : | Soft Cover |
Tanggal Terbit | : | 21 September 2016 |
Bahasa | : | Indonesia |
Penerbit | : | GagasMedia |
Halaman | : | 340 |
Dimensi | : | 140 mm x 200 mm |
Chairil adalah personalitas yang terbelah. Ia punya sajak Aku, yang menjadi suluh di kerak malam, yang membangun ketangguhan dalam situasi ketika racun berada di reguk pertama/membusuk rabu terasa di dada/tenggelam darah dalam nanah. Tapi Chairil juga mendedahkan Cemara Menderai Sampai Jauh. Kepasrahan pada hidup yang rapuh, yang hanya menunda kekalahan, sebagaimana kekalahannya dalam menaklukkan Ida, Sumirat, dan Hapsah.
Chairil tak sempat menyaksikan bukunya terbit, apalagi menerima royalty, tak pernah tahu karya-karyanya dikaji dan dikenang hingga kini. Chairil tak pernah bisa pulang pada Hapsah, pada Evawani, dua perempuan terakhir dalam tarikh singkatnya.
Ini adalah kisah penyair kenamaan Indonesia yang telah menjadi milik semua orang. Sebuah biografi tentang kisah di balik puisi serta renjana hatinya. Chairil mungkin mati muda, dalam usia 27 tahun, tapi nyala dan tenaga hidup sajak-sajaknya, akan terus hidup 1000 tahun lamanya.
***
“Hasan Aspahani membaca Chairil Anwar yang tersembunyi, terselip, dan tersamar dalam puisinya. Baca.” –Sapardi Djoko Damono, penyair
“Buku yang menyajikan berbagai peristiwa dan situasi yang mewarnai jalan kepenyairan Chairil Anwar ini niscaya akan membuat kita lebih arif melihat sosok dan karya penyair besar yang terkenal antara lain dengan baris puisinya ‘Nasib adalah kesunyian masing-masing’.” –Joko Pinurbo, penyair
“Buku paling lengkap dan paling indah tentang kisah hidup Chairil Anwar yang pernah ditulis. Buku Indonesia yang paling saya rekomendasikan untuk dibaca tahun ini!” –M Aan Mansyur, penyair