Mungkin kita sama, sedang berjuang melawan semua pikiran-pikiran jahat di kepala. Dengan dalih “aku kuat, kok”, kita selalu memaksakan diri untuk menjadi siapa pun yang orang lain minta. Satu-satunya yang bisa dipeluk, hanyalah diri sendiri. Saat semuanya sedang begitu melelahkan, kadang menjadi diri sendiri di kamar, itu cukup melegakan. Aku malu menunjukkan sisi lainku yang ini, sebab ini adalah sosok diri yang paling lemah, yang air matanya tidak ingin diketahui banyak orang. Satu-satunya temanku menangis malam ini adalah kaktus, ia kupajang di sudut meja belajarku, yang sekarang menjadi meja kerjaku. Dan sekarang kita semakin tumbuh, kita mengarungi banyak ruang dan waktu. Sudah terlalu banyak kesedihan yang kita tukar dengan menekan diri untuk bekerja sampai petang. Berharap malam nanti, kita bisa tertidur, bukan dengan lelap, tapi dengan lelah. Seperti kaktus, bertahanlah sekuat-kuatnya. Ketika semua orang tidak ada yang peduli dengan makna hidup kaktus, ia memilih menyembunyikan bunganya yang paling indah untuk hanya merekah dalam satu malam. Sebab bagi kaktus, dalam hidup semua proses tidak harus terlihat, tidak semuanya harus dirayakan seperti mawar, dan juga tidak untuk dihormati seperti melati