Musik dan lirik adalah napasku. Napas dalam kesedihan. Panggung kehidupan lara.Sementara, ayah kandungku memilih mabuk daripada mendengar suaraku. Penolakan ini, bagai bongkahan batu besar. Menghancurkan seluruh isi kepala.
Teganya Monalisa memperlakukanku yang keluar dari rahimnya, seperti bukan siapa-siapa. Seorang idola yang sekarang menjadi musuh terbesarku. Perempuan yang melupakan anak kandungnya, dan lebih memilih kariernya.
Aku meludah melihat wajah Laluna dan Billy. Mereka berdua selingkuh. Kecurigaanku terbukti juga. Aku membuang muka. Jongkok dan merokok sambil menangis. Jemariku gemetaran. Hatiku mengeras marah. Sakit sekali rasanya, melihat mereka tertawa bahagia.
Seharusnya Herry jujur kepadaku, saat dia tahu, kalau aku menyukainya. Tetapi, katanya, hati kecilnya melarang. Klise. Dia takut, aku langsung pergi meninggalkannya. Dia membutuhkanku. Cuuiihh!
Aku menangis. Ketika Jiwa menyatakan isi hatinya. Seperti mimpi, aku merasakan cincin masuk ke dalam jari manisku. Lelaki ini melamarku. Katanya. Dia mau membuat hidupnya lebih lengkap. Aku adalah cerita dalam hidupnya yang tidak akan pernah selesai. Air mataku menderas. Kepalaku mengangguk cepat. Katanya. Dari awal persahabatan mereka. Aku adalah dia dalam wujud yang berbeda. Jiwa sayang. Aku mencintaimu (juga).
Mobilnya tabrakan. Jiwa tewas di tempat. Jiwa mengingkari janjinya. Dia tidak datang. Tidak ada perjalanan ke altar suci. Tidak ada ciuman tanda resmi menjadi suami istri. Tidak bisa menemaniku sampai tua. Aku kembali sendirian. Kenangan bersamanya adalah lembaran paling indah di dalam hidup. Kenangan yang merekat dalam jiwa. Aku hanya bisa menjerit di depan pusarannya. Aku pergi Jiwa. Aku mati rasa.