Sebuah pertanyaan besar: mengapa mekanisme lahirnya pemimpin di negeri ini, harus ditandai oleh konflik oposisional? Tidak adakah sistem atau mekanisme lain yang mewadahi para kader dan pemimpin untuk muncul dalam suasana yang bersahabat, gembira, dan melahirkan diskursus baik intelektual, moral, maupun kultural yang positif dan membangun? Tak aneh bila kemudian banyak pihak yang menganggap demokrasi adalah tipuan rasional yang kebenarannya di atas kertas akademik semata maupun jargon murahan para caleg (calon legislatif) dan capres (calon presiden). Dalam kenyataannya, ia tinggal menjadi kuda tunggangan yang hanya menyeret kepentingan kekuasaan dan kaum pemodal. Sementara rakyat, tertinggal jauh di belakangnya. Dan, demokrasi mewajibkan kita memilih. Inilah paradoks demokrasi, kekerasannya yang otoriter, keharusan untuk memilih, bahkan ketika tak ada pilihan. Buku ini merupakan hasil pengamatan Radhar terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia selama satu dekade. Sebuah kritik terhadap demokrasi.
Radhar Panca Dahana menulis beberapa buku esei, puisi, cerita pendek, dan drama. Setelah melanjutkan studinya di Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales, Paris, ia mengajar di Jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia. Kini ia tinggal bersama istri dan seorang anaknya di Jakarta.