"Penyampaian paling fasih tentang apa dan bagaimana menjadi seorang Palestina saat ini....Tak ada buku lainyang menjelaskan dengan sangat baik latar belakang berbagai peristiwa di Palestina/Israel." ---The Times Literary Supplement
"Menggemparkan... Tajam... Sangat menarik... I SAW RAMALLAH merupakan sumbangan luar biasa bagi kesusasteraan dunia. Karya ini sangat indah dan betul-betul hidup. Penggambarannya memukau, menyentuh, mengharukan sekaligus memberi banyak inspirasi."---Middle East Studies Association Bulletin
"Buku ini melukiskan detil-detil kehancuran yang terjadi pada orang-orang Palestina dalam bentuk prosa yang paling indah.... Dengan keterusterangan dan nada yang tenang, Barghouti memastikan bahwa kisah kehidupan ini akan senantiasa bersama pembaca meski sampai semua sorak-sorai dan dagang sapi politik berakhir."---Cairo Times
Sebagai peraih penghargaan bergengsi Naguib Mahfouz Medal for Literature, karya yang tajam sekaligus mengharukan ini merupakan sumbangan tak terkira mengenai aspek manusiawi kepahitan nasib orang Palestina.
Setelah dilarang pulang ke tanah airnya pasca Perang Enam Hari tahun 1967, penyair Mourid Barghouti menghabiskan tiga puluh tahun masa hidupnya dalam pembuangan--mengembara ke kota-kota dunia, tanpa merasakan kedamaian di kota manapun; tercerai dari keluarga bertahun-tahun; tak pernah bisa memastikan apakah dia seorang pelancong, pengungsi, warga, atau seorang tamu.
Ketika berhasil pulang keIsrael, Barghouti menyeberangi sebuah jembatan kayu dikota masa kanak-kanak yang tak bisa dikenalinya lagi. Menyaring untaian memori tentang Palestina masa lampau, yang muncul dan remaja di hadapan apa yang kini ditemuinya semata-mata "gagasan tentang Palestina," Mourid menemukan makna ketercerabutan yang tidak saja dariair tetapi juga dari "sekadar tempat untuk hidup dan status sebagai pribadi." Dengan perpaduan daya memori dan perenungan, peratapan dan keriangan, I SAW RAMALLAH menjadi sebuah karya yang sangat manusiawi, karya yang bernas untuk memahami Timur Tengah saat ini. Palestina untuk pertama kalinya sejak pendudukan atas Sungai Yordania menuju Ramallah, sebuah tanah