Mr. Sartono seorang ahli hukum pribumi yang pada 1930 jadi pembela Bung Karno saat diadili di pengadilan kolonial di Bandung. Persis 30 tahun kemudian, dia berbeda pendapat dengan Bung Karno dan memilih mengundurkan diri sebagai anggota DPR ketika presiden pertama RI itu membubarkan DPR hasil Pemilu 1960 dan menggantinya dengan DPR-GR. Saat belajar di Belanda, Sartono atau Meester (Mr) Sartono teman seperjuangan Bung Hatta di Perhimpunan Indonesia (PI). Kembali ke Tanah Air, ia bergabung dengan Bung Karno dalam Partai Nasional Indonesia (PNI). Sartono selalu dekat dengan dunia parlemen dan legislasi. Ia pimpinan Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelis Rakyat Indonesia (MRI), dan kemudian menjadi salah seorang perancang UUD 1945. Selanjutnya, ia masuk dalam jajaran Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP), badan legislatif sementara di zaman perang kemerdekaan. Setelah penyerahan kedaulatan, Sartono menjadi Ketua DPR RIS, DPRS, dan Ketua DPR hasil pemilu pertama, 1955. Tak berlebihan jika ada yang menyebutnya sebagai Bapak Parlemen Indonesia.Sejarawan otodidak Daradjadi menulis biografi Mr. Sartono dengan gaya sederhana; membuka jalan bagi generasi muda menemukan kembali salah seorang tokoh nasional yang terlupakan. Juga agar dapat mengambil teladan dari kejujuran, intelektualitas, keberanian, dan kecintaannya pada Tanah Air.