Ketersediaan | : | Stock tidak tersedia |
Format | : | Soft Cover |
ISBN | : | 9797099490 |
ISBN13 | : | 9789797099497 |
Tanggal Terbit | : | 15 Juni 2015 |
Bahasa | : | Indonesia |
Penerbit | : | Penerbit Buku Kompas |
Setiap tahun Kompas menerbitkan antologi Cerpen Pilihan Kompas yang disaring dari cerpen-cerpen yang telah dimuat dalam rubrik cerpen di Kompasedisi Minggu. Sebanyak52 cerpen berkompetisi melewati lubang seleksi para juri. Perdebatan selalu tak bisa dihindari. Tahun ini, para juri memberikan rekomendasi untuk menerbitkan 24 cerpen terpilih yang disaring dari cerpen-cerpen yang telah dimuat Kompas sepanjang tahun 2014. Ini jumlah terbanyak untuk isi sebuah buku antologi Cerpen Pilihan Kompas sejak pertama pemilihan diselenggarakan tahun 1992.
Hal yang paling mengejutkan, tahun ini para juri memilih cerpen "Di Tubuh Tarra, dalam Rahim Pohon" karya Faisal Oddang, seorang pengarang muda dari Makassar. Oleh sebab itu, buku ini menjadi penuh arti saat Kompas mencapai usia 50 tahun. Sejak pertama memuat cerpen tahun 1967, Kompas beranggapan bahwa menulis cerpen tak hanya memenuhi hasrat manusia untuk bercerita, tetapi juga memberi wadah akan kepentingan latihan intelektual sejak dini. Sangat menjadi harapan besar di kemudian hari lahir generasi yang mahir bernarasi, juga cakap dalam kemampuan olahpikir.
Meresapi 24 cerita pendek dalam buku ini dapat dimengerti baHwa sastra berperan melampaui kebutuhan atas hiburan saja. Cerita-cerita ini mewakili cakrawala berpikir pengarang beserta dunia yang mereka maknai. Atas dasar itulah, sastra bernilai karena melapangkan ruang narasi bagi hal-hal yang tidak dapat ditampung dalam wacana yang bersifat logis dan rasional. Bercerita adalah bagian dari perjalanan memahami diri di dalam dunia. Bercerita juga menjadi upaya untuk menghubungkan satu kisah dengan kisah yang lainnya. Dengan bercerita, ada proses epistemologis yangterjadi, dihancurkannya suatu representasi, lalu dikonstruksikannya representasi baru. Tapi, proses permainan bahasa ini melibatkan rangkaian pembahasaan yang puitis dan estetis,
Saras Dewi, Dosen Filsafat Universitas Indonesia
Cerpen-cerpen dalam buku ini mewakili tiga generasi cerpenis Indonesia. Bukan sebuah kebetulan mereka terpilih tepat pada saat Kompas mencapai usia 50 tahun. Oleh sebab itulah kehadiran pengarang-pengarang seperti Budi Darma, Putu Wijaya. Sapardi Djoko Damono, Parakitri T. Simbolon, Seno Cumira Ajidarma, Cde Aryantha Soethama, Afrizal Malna, Radhar Panca Dahana, Yanusa Nugroho, Gus tf Sakai, Indra Tranggono, Triyanto Triwikromo, diikuti pengarang-pengarang generasi terkini Guntur Alam, Anggun Prameswari, Tenni Purwanti, dan Faisal Oddang, membuat buku ini menjadi istimewa. Dari mereka kita bisa merunut pertumbuhan cerpen-cerpen Indonesia setidaknya dalam empat dekade terakhir. Kita juga bisa melacak jejak-jejak sosial dan kultural, yang begitu terasa dalam karya-karya mereka.
Putu Fajar Arcana, Editor Kompas Minggu