Betapa diriku terus dijepit, diadili dua jaringan asmara hingga rasanya tak bisa diambil jarak. jaringan yang satu adalah bayangan akan kilaunya cita-cita suci yang terus menggoda. Sementara jaringam yang lain adalah kilau nyata sosok cantik yang telah kudekap dan terus merayu untuk didekap sampai penghabisan, lantaran sumpah darah telah menjadi pokok perhitungan bersama.
Waktu turus berproses. Namun tetes—tetes darah sang perawan yang pernah kuteguk itu makin nyata mengalir di setiap denyut nadiku. Aku terus berada dalam embara pergulatan batin sampai pada titik rasanya mau mati saja.