Gambaran dan pergulatan dari pelaksanaan tugas-tugas Soedjatmoko sebagai Duta Besar dapat kita baca dalam surat-surat ini. Keduapuluh delapan surat yang dikirim kepada Presiden Soeharto - yang oleh Ali Alatas disebut sebagai "sesuatu yang di luar kebiasaan diplomatik" - seperti dapat kita baca dalam buku ini, memperlihatkan komitmen yang dibangun, bagaimana berbagai upaya dilakukan, prasyarat yang harus dipenuhi, kendala situasi yang dihadapi oleh kedua belah pihak, Indonesia dan Amerika, dalam membina hubungan.Soedjatmoko, sebagai cendekiawan nasionalis, dengan kepiawaiannya, menghindarkan Indonesia agar tidak terjebak perangkap negara lain baik dengan membuat format bantuan ekonomi yang terbaik dengan cara memahami perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di negara di mana ia ditempatkan maupun dengan membaca tanda-tanda zamam dalam perkembangan global dan regional.Membaca buku ini dengan hati terbuka dan merenungkan surat demi surat, para pembaca - baik abdi negara ataupun masyarakat awam - akan tergugah untuk mengedepankan nurani, lalu menjadi sosok-sosok seperti beliau yang dengan tulus dan penuh tanggung jawab melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing demi terciptanya masyarakat yang bersih, adil, berwibawa, dan sejahtera.
Pendidikan formal tokoh ini tidak pernah dijalani hingga selesai di sebuah perguruan tinggi tertentu. Namun tak ada seorang pun yang dapat meragukan kapasitasnya sebagai intelektual terbesar Indonesia. Lelaki kelahiran Sawahlunto, Sumatra Barat, 10 Januari 1922 ini menjalani pendidikannya di ELS; HBS; Lyceum, Geneeskundige Hooge School / Ika Daigaku, Jakarta (1940-1943, tidak selesai). Hampir tak ada bidang yang tak disentuh dalam pemikiran Soedjatmoko. Tulisannya tersebar di banyak tempat dan banyak forum. Bukunya An Introduction to Indonesian Hirtoriography diterbitkan Cornell University Press (1965).