Buku yang semula disertasi di Leiden University ini adalah sejarah perlawanan Pangeran Nuku dari Tidore. Adalah menarik selain tak pernah berhenti memusuhi Belanda, Nuku juga bertempur melawan Sultan Tidore yang dilindungi Kompeni serta para pesaingnya yaitu Sultan Ternate dan Sultan Bacan. Nuku unggul sebab strategi dan kepemimpinannya berhasil membangun komunikasi lintas budaya dengan kelompok pengikutnya yang multietnis dan menjalin persekutuan melewati batas-batas Kerajaan Tidore. Gerakan aliansi kekuatan Nuku jauh menjangkau Maluku dan Papua, bahkan ia mengaitkan perlawanannya dengan dunia global. Nuku memperjuangkan kemerdekaan Tidore secara politik dari Belanda dengan memanfaatkan Inggris. Persekutuan luas itulah yang membuat Nuku sebagai pemberontak berhasil kembali ke tanah kelahirannya dan menjadi sultan tanpa perlawanan yang berarti, serta membangun keunggulan kesultanannya di atas kesultanan-kesultanan lain di Maluku.
Tetapi, selain menguak kehidupan Nuku sebagai politisi jenius dengan sejarah perlawanan terhadap kolonialisme yang kaya warna pada abad ke-18 dan ke-19, penulisnya berhasil juga menguak kehidupan pribadi Nuku. Tercatat dalam sumber kolonial dan lokal Nuku dipujikan sebagai tokoh dengan karakter yang tercerahkan. Untuk menyelesaikan masalah-masalah, Nuku menjalankan sistem temu publik dalam Istana Raja di Waru siang maupun malam. Nuku tidak memelihara selir dan setia pada satu isterinya yang juga sohor cerdas serta sangat membantunya memimpin. Ia ahli beladiri yang humoris serta adil bijaksana. Ancaman dan pengkhianatan yang terus mengikutinya dihadapi dengan tegas. Nuku dalam buku ini muncul sebagai sebuah kisah yang segar dan menantang ihwal pemberontakan terhadap kolonialisme Belanda.