DPR dan Defisit Demokrasi adalah memori kolektif bangsa dan negeri. Kedua penulisnya bukan orang yang punya kuasa dan hidup bergelimpang kekuasaan dan materi, melainkan hanya bagian dari saksi sejarah yang masih selalu berusaha mempertahankan idealisme. Pandangan di buku ini adalah cermin untuk melakukan evaluasi perjalanan demokrasi Indonesia di era baru yang diklaim sebagai ‘era reformasi’, yang penuh kegalauan bagi anak bangsa yang menyadarinya. Melaporkan keadaan negeri dan penghuninya ke luar gedung dengan apa yang penulis lihat dan alami sehari-hari di pusat kekuasaan politik nasional, bukanlah sebuah kesalahan, khususnya membahas kinerja parlemen yang longgar akuntabilitas dan parameter capaian kerjanya.
Kedua penulis menuangkannya dalam buku ini sebagai warisan berharga bagi bangsa ini. Harapannya adalah, buku menjadi modal bagi generasi baru untuk terus terpanggil membongkar dan memperbaiki praktik politik yang buruk, agar defisit demokrasi tidak berkelanjutan, sehingga konsolidasi demokratis hanya tinggal impian. Karya ini adalah bagian dari pekerjaan rumah yang belum selesai, sebagai bagian dari refleksi pemikiran dan analisis yang berlanjut, dari kedua penulis sebagai periset/peneliti yang mendalami isu strategis mengenai parlemen dan tata kelola negara dalam rezim demokratis. Kedua penulis berusaha melanjutkan tradisi intelektual masyarakat beradab ini, sebelum memulai aktivitasnya dengan status yang baru sebagai peneliti di institusi pemerintah, karena melanjutkan aktivitas yang sama atas nama institusi parlemen, kini dilarang. Tidak ada negeri di dunia ini, selain Indonesia, yang melarang keberadaan institusi riset dan aktivitasnya di parlemen, selain yang dimiliki pemerintah. Menuliskan memburuknya parlemen dan hancurnya institusi risetnya, dan defisit demokrasi yang dihasilkannya adalah bagian dari tugas melengkapi collective memory bangsa ini agar tidak ada yang terputus, tercecer dan hilang,